
Seorang tua dengan badan bungkuk, tongkat dan bungkusan plastik kresek hitam yang selalu dirahasiakan apa yang ada didalamnya. Baju compang-camping, sandal beda warna dan ukuran antara kiri dengan kanan yang selalu saja tak pernah mampu ia angkat lebih dari satu sentimeter hingga sangat dihafal irama langkahnya. sreek..sreek..srekk. tidak bisa dicari alasan pembenaran bahwa dia adalah konglomerat yang iseng atau mencari sensasi, dia adalah seorang tua yang menderita dan harus mempertahankan hidup.
Si pengemis tua baru saja duduk. nampak sangat lelah dengan raut muka yang misterius dipertajam dengan garis-garis wajah yang tegas seperti mengalami penderitaan batin dalam. Sesekali dia menatap wajah orang lalu-lalang lantas kembali menunduk.
Ia akan berada disana lebih pagi ketika hari senin-sampai jumat. Yah, dipinggiran jalan sempit menuju kearah kampus tercinta "UNILA", tapi mereka disana bukan untuk kuliah. Dia tidak akan salah memilih tempat, cuma dia tidak bisa memungkiri kesalahan bahwa kehidupanya memungkinkan dia untuk seperti itu. Begitulah ku mengingat pengemis tua di di sekitar kampus ku.
dari dulu hampir setiap hari ku melewti jalan itu dan memberikan beberapa keping uang logam (semoga tidak termasuk riya'), karena dengan itu kau mendapatkan senyum, panggilan "ndoro" (red: tuan) dan yang paling mengesankan adalah mendapatkan do'a yang aku sendiri kesulitan untuk merangkai kata seperti do'o yang ia lafalkan. seperti lebut dan tulus. sebab dengan itu antara orang yang memberi dan pengemis semacam menjalin hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Tetapi apakah do'a dan sebuah pemberian itu merubah benar-benar keadaan? Wallahua'alam
Namun pada hari ini, saat ku melewati jalanan itu, aku ingin marah..
aku ingin meludahi seorang yang bergaya seperti eksekutif muda "cuih....". dengan gaya berpakaian memakai celana dasar hitam, kemeja putih yang rapi dan dihiasi dengan sebuah kain berbetuk dasi dg warna mencolok yang turun dari mobil honda CRV. melihat lelaki muda itu sepertinya berbanding jauh dengan si pengemis tua itu. gaya penampilan yang sok eksekutif muda tak menunjukkan kalo dia adalah seorang yang dermawan. sang sok eksekutif muda itu sepertinya tak melihat atau pura-pura tak melihat, disengaja atau tak disengaja dia menendang sebuah palstik hitam milik si pengemis tua yang diletakkan tepat di hadapnya. sang Eksekutif muda itu bukanya meminta maaf, tetapi justru mecaci maki si pengemis tua itu. Aku tidak tahu persis apa yang dikatakan sang eksekutif muda itu, yang pasti dia seperti tampak marah karena jalanya menjadi terganggu. si pengemis pun terlihat seperti ketakutan dan meminta maaf..
aku berfikir apakah sebagian orang kaya di negeri ini seperti ini, tidak ada rasa simpati terhadap mereka yang lemah dalam ekonomi, rendah dalam status soial? semoga tidak..
aku yakin tidak ada seorangpun didunia ini yang ingin menjadi pengemis, pasti semua ingin menjadi orang sukses. mereka pasti sudah berusaha, namun tuhan sepertinya berkata lain. untuk itu :: janganlah wahai yang namanya eksekutif muda ataupun orang kaya untuk sombong, ingat manusia dihadapan Tuhan sama saja, yang membedakan hanyalah ketaqwaanya.
>>>In a way, aku selalu merasa beresonansi kuat dengan pepatah setengah serius setengah bercanda yang berkata: “Man plans, God laughs”. Manusia boleh berencana, Tuhan tertawa.